Saat mengenal NLP terus terang saya binging mengenai maksud dari the map is not territory meskupun mengerti artinya secara sederahana yaitu bahwa kejadian external bersifat netral dan kita memprosesnya sesuai dengan kondisi atau pengelaman-pengalaman kita. Sejauh itu saya hanya memahami bahwa konteks dan konten yang terjadi dalam kehidupan ini diproses diotak dan dijadikan pemikiran sehingga menjadi beliefs.
Lebih jauh saya coba menginternalisasikan asumsi dasar ini kedalam kehidupan mengajar saya. Sebagai seorang guru yang harus berhadapan dengan kondisi murid yang tidak kita ketahui saat pagi saya menemukan buku mengenai kondisi murid saat ke sekolah yang dibuat Peter Anstee dalam bukunya Differentiation Pocketbook yang menurut saya intinya kondisi murid bersifat eksternal dan kita sebagai seorang guru harus mengetahui ini sebagai modal bahwa murid itu berbeda yaitu:
- Pengalaman Hidup
- Kemampuan berbahasa
- Bakat
- Tingkah laku
- Keterampilan belajar
- Tingkat percaya diri
- Pengetahuan Dasar
- Komitment
- Gaya belajar
- Tingkat support dari rumah
- Keterampilan sosial
- Suka dan tidak suka
Dari beberapa keterangan kondisi murud diatas bahwa setiap murid berbeda dan setiap pembelajar juga berbeda.
Lebih lanjut aplikasinya terhadapa saya bahwa dengan kondisi murid yang berbeda seperti itu apabila kita sebagai guru tidak menciptakan well formed outcomes (WFO) sudah pasti akan kesulitan menghadapi persepsi-persepsi yang muncul dan selanjutnya dengan NLP saya mempelajari tentang state manajemen sehingga setelah saya dapat embgaplikasikan secara personal saya dapat mengelola state kelas sehingg menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Berkaitan dengan the map is not territory kondisi murid adalah kejadian external dan the map (well formed outcome) otak kita sendiri. Jadi asumsi dasar ini menjadi penguat untuk saya menajdi seorang guru dalam melakukan proses perubahan di kelas atai individu.