Ceritanya..
- Anda adalah anggota pasukan elit.
- Dan Anda ditugaskan oleh Presiden untuk memburu monster pemakan manusia yang bersembunyi di hutan belantara.
- Nah, biar tugas Anda berhasil, Anda dibekali pistol + magazine yang full berisi peluru.
===
Kondisi 1.
- Srek, srek, srek.
- Diam-diam, Anda menyelinap ke sarang si monster.
- Gak lama kemudian, si monster tersebut muncul.
- Nah, secepat kilat Anda arahkan pistol tepat ke jantung si monster.
- Dan pas Anda tarik pelatuknya..
- Krek, krek.
- Ternyata pistolnya macet!
Pertanyaannya: dengan kondisi kayak gitu, kita-kira si monster berhasil "dinetralkan" gak?
Ya jelas GAK Bisa lah.
Why? Bagaimana mau dinetralkan, wong pelurunya juga gak keluar.
Iya kan?
↓
Nah, kondisi 1 itu sama kayak punya keahlian teknis, tapi tidak dibarengi dengan isi pikiran (representasi internal) yang memadai.
Contoh: tinju.
Kita sebenarnya udah bisa teknik-tekniknya kayak:
- pukulan jab,
- defense,
- dll.
Tapi, jauhhh di struktur paling dalam pikiran kita terdapat limiting belief berupa:
- "duh, saya bisa gak yah?"
Berkat limiting belief ini, kondisi kita pun jadi ragu.
Nah, dengan kondisi kayak gitu, kira-kira apa yang akan terjadi jika kita naik keatas ring?
Yups betul.
- Bertandingnya tidak akan maksimal,
- Teknik-teknik yang dipelajari pun, kemungkinan besar akan buyar.
===
Kondisi 2.
- Kali ini pistolnya gak macet.
- Malahan, kini pistol itu udah di upgrade.
- Di pistol tersebut, kini sudah terpasang red dot sight, stock, bahkan underbarrel biar no recoil dan tembakan lebih presisi.
- Nah, Anda balik lagi tuh, menyelinap diam-diam ke sarang si monster.
- Srek, srek, srek.. dan pas ketemu si monster, DORRRRR!
- Tembakan Anda tepat mengenai sasaran.
- Tapii… anehnya si monster cuman ketawa-ketawa aja!
- Kayak menahan rasa geli yang teramat sangat.
- Dan pas Anda cek magazinenya, Anda kaget.
- Ternyata pelurunya terbuat dari kapas!
Pertanyaannya: dengan kondisi kayak gitu, kita-kira si monster berhasil "dinetralkan" gak?
Ya jelas GAK Bisa (juga) lah.
Why? Bagaimana mau dinetralkan, wong pelurunya juga terbuat dari kapas.
Peluru yang terbuat dari kapas, mana bisa nembus kulit si monster.
Iya kan?
↓
Nah, kondisi 2 itu sama kayak punya isi pikiran (representasi internal) yang memadai, tapi tidak dibarengi dengan keahlian teknis yang mumpuni.
Contohnya tetap sama ya, yaitu tinju.
Dalam isi pikiran kita, terdapat:
- Empowering belief berupa "saya petinju terhebat sepanjang masa"
- Self -talk "ini mudah"
- Gambar jelas berupa diri kita memegang sabuk juara.
Pokoknya berkat isi pikiran ini, kondisi kita benar-benar semangat dan berapi-api.
Tapii.. teknik dan strategi tinju itu sendiri, kita gak punya!
Nah, dengan kondisi kayak gitu, kira-kira apa yang akan terjadi jika kita naik keatas ring?
Yups betul.
- Bertandingnya juga tidak akan maksimal.
- Mungkin kita cuman akan nyerang aja secara grasak grusuk.
===
"Yaudah jadi INTI-nya apa?"
Bagi saya….
Kondisi EXCELLENT itu saat keahlian teknis yang mumpuni, dibarengi dengan isi pikiran yang memadai.
- Isi pikiran adalah pistol – alias landasan+mekanisme bagi peluru biar bisa meletus dengan baik.
- Keahlian teknis adalah peluru itu sendiri.
Nah, peran NLP dalam kaitannya dengan kondisi EXCELLENT adalah "upgrade pistol" – alias merekayasa / memprogram isi pikiran agar keterampilan teknis dapat diterapkan secara maksimal.
===
Kita kembali ke cerita tadi ya..
Kali ini:
- Anda dibekali pistol yang sudah di-upgrade.
- Dan pelurunya juga tajam (bahkan ada merkurinya lhooooo)
Maka, ketika DORRRRR, apa yang akan terjadi pada si monster?
Yups betul.
Kini, si monster pun tumbang deh.
===
Gimana-gimana, Anda setuju gak dengan pendapat saya?
Atau Anda punya pendapat lain?
↓
Apa? Anda setuju dengan pendapat saya?
Sip.
Kalau setuju dengan pendapat saya, berarti sekarang Anda udah paham kan:
Jika Anda ingin jago bikin bom nuklir, Anda harus ngapain? 🙂
===
Mau join kelas NLP saya? Kontak kesini ya:
Haris Maulana
WhatApp: 0881-7877-372
