Di Suatu hari ada yang memberikan Kita sebuah kentang, bulat besar berwarna coklat dan masih berlumur tanah. Kentang itu Kita simpan di tas yang setiap hari Kita bawa kemana-mana. Dampaknya bagian dalam tas Kita akhirnya kotor berlumur tanah. Meski begitu entah kenapa Kita tetap menyimpan kentang itu meski mengotori tas Kita.
Ternyata setiap harinya ada yang memberikan kentang yang sama itu kepada Kita, dari orang berbeda dan waktu berbeda. Semakin banyak kentang yang Kita simpan di dalam tas Kita, semakin berat juga beban yang Kita pikul. Belum lagi kentang yang sudah lama di dalam tas mulai membusuk dan mengeluarkan bau tak sedap. Karena suatu alasan, Kita memutuskan untuk tetap menyimpan kentang-kentang itu di dalam tas Kita.
Semakin hari, Kita semakin kepayahan karena beratnya beban yang Kita pikul yang terus bertambah. Setiap harinya Kita semakin lemah dan tak berdaya. Ditambah lagi bau busuk dari kentang-kentang di dalam tas Kita membuat Kita jijik dan mual-mual.
Di sisi lain, orang lain hanya melihat Kita sebagai orang yang lemah, tidak berdaya, dan terganggu dengan bau busuk yang bersumber dari Kita tanpa mengetahui sebenarnya apa yang sedang Kita bawa dan bau busuk itu disebabkan oleh apa, Sehingga orang lain enggan berinteraksi dan dekat-dekat dengan Kita. Satu persatu Orang-orang terdekat Kita membenci dan meninggalkan Kita.
Tas yang kita bawa diibaratkan Hati Kita dan kentang kotor berlumur tanah adalah emosi kurang memberdayakan seperti kesal,marah,kecewa,takut,iri,dengki dan dendam.
Semakin banyak Kita menyimpan emosi negatif, semakin kotor hati Kita dan semakin berat kehidupan Kita. Semakin lama Kita menyimpannya, semakin busuk hati Kita dan semakin busuk Kita di pandangan orang lain.
Orang tidak mengetahui dan mungkin tidak mau tahu apa yang sedang terjadi pada diri Kita. Orang tidak tahu kalau Kita sedang mengalami masalah kehidupan dan perasaan. Orang tidak tahu kalau masalah itu membuat Kita menjadi lemah, kurang berdaya dan kurang bergairah. Yang orang tahu Kita adalah orang yang lemah, tidak kompeten, malas, tidak bergairah, tidak berpotensi, dan tidak bisa diberikan amanah.
Masalah yang lama dipendam juga semakin lama semakin membusuk, membuat Kita terserang penyakit hati seperti iri, dengki, ghibah, fitnah, mencari-cari kesalahan dan alasan,berprasangka buruk terhadap orang lain dan keadaan, sering mengeluh, dan kurang bersyukur. Orang-orang di sekitar Kita kurang nyaman berinteraksi dengan Kita bahkan membenci Kita.
Pikiran Kita juga akan mengalami dampaknya, Kita mudah stress, phobia, kecemasan berlebihan, sulit fokus, sulit mengatur hidup, banyak melamun, menangis, hidup semrawut, impian terbengkalai dan disorientasi diri. Hingga pada akhirnya Kita bisa terkena gangguan dan penyakit psikosomatis yang disebabkan oleh hati dan pikiran, seperti asma, mag, tekanan darah tinggi, radang, jantung hingga stroke. Yang jelas, yang rugi bukan orang yang memberikan kentang masalah itu, tapi yang Rugi sebenarnya adalah Kita.
Lalu bagaimana jika Kita sudah terlanjur memendam emosi yang kurang memberdayakan? LEPASKAN DAN MAAFKAN
Lepaskan sebagaimana Kita melepaskan kotoran di kamar mandi. Meski Kita sebelumnya makan-makanan mewah yang harga seporsinya bisa seharga ratusan bahkan hingga jutaan rupiah, tapi Kita tidak merasa sayang bukan ketika Kita melepaskannya di kamar mandi? Apa sebabnya? Ya karena kotoran itu sudah tidak berharga dan tidak bernilai.
Yang membuat Kita menyimpan emosi negatif itu karena Kita memberikan harga dan nilai sehingga memiliki makna sendiri untuk Kita dan sulit untuk melepaskannya. Buatlah menjadi tidak berharga dan bernilai, maka Kita mudah melepaskannya.
Lepaskan sebagaimana tukang parkir mengizinkan kendaraan yang dijaganya diambil oleh pemiliknya. Sebagus dan semahal apapun motor dan mobil yang dijaganya, tidak pernah ada tukang parkir yang berat hati melepaskan kendaraan yang dijaganya bahkan seringkali mereka membantu pemiliknya untuk mengambil kembali kendaraannya.
Sebab apa? Karena tukang parkir itu tidak pernah merasa memiliki kendaraan tersebut, kendaraan itu hanya titipan dan bukan miliknya. Sehingga tidak adalah rasa kehilangan dan kekecewaan pada dirinya. Jika tidak ingin memendam emosi negatif, jadikanlah setiap ujian kehidupan sebagai titipan yang orang lain berikan kepada kita, bahwa setiap perbuatan, cercaan, hinaan, kekecewaan akan kembali kepada pemberinya. Cepat atau lambat.
Memaafkan tidak berarti Kita membenarkan perbuatannya. Memaafkan tidak berarti Kita harus bertemu dan berinteraksi kembali dengannya. Memaafkan bukan berarti Kita mengizinkan diri Kita mengalami kembali kejadiannya.
Maafkan itu untuk kebaikan Kita, kebaikan hati Kita, kebaikan pikiran Kita, kebaikan mental dan kesehatan Kita, kebaikan hubungan Kita dengan orang-orang yang Kita cintai, dan memaafkan untuk kebaikan kehidupan sendiri. Memaafkan tidak menjadikan Kita rendah dan hina. Dengan Memaafkan membuat hidup Kita jauh lebih mulia dan bahagia.
Mulai sekarang, jika ada yang memberikan kentang emosi yang kurang memberdayakan, maka kita bisa memilih mencoba belajar MELEPASKAN DAN MEMAAFKANNYA.
Salam bahagia dunia akhirat
Ade Zuniarsa Putra,S.Ag
Hipnotherapist
Trainer NLP
Trainer Markaz Inspirasi