Coaching dilihat dari sudut pandang kebutuhan seorang coachee bisa dilihat sebagai proses belajar berkelanjutan yang membawa coachee melalui proses perubahan yang meliputi aspek training atau capability enabling, performance improvement, development, maupun transformasi. Di satu sisi directive coaching lebih dominan dimana seorang coach sebagai fasilitator perubahan memberikan rekomendasi apa dan bagaimana coachee harus melakukan perubahan, dan di satu sisi yang lain non directive coaching menjadi lebih dominan dimana seorang coach akan lebih menjadi penasehat atau pendukung bagi coachee.
Walaupun seorang coach tidak harus mengatakannya kepada coachee, namun setelah melalui proses assessment awal, dia harus memilih model pendekatan coaching yang lebih sesuai bagi coachee. Hal ini sering terjadi dalam proses coaching internal dalam sebuah perusahaan, misalnya seorang manager dalam melayani sesi coaching untuk teamnya.
Bagaimana memilih pendekatan gaya coaching yang lebih sesuai dengan kebutuhan coachee dan area fokus apa yang seharusnya bisa diberikan kepada coachee? Skill versus Will Matrix bisa dijadikan acuan bagi seorang Coach untuk menjawab kebutuhan ini. Dengan matrik ini, melalui proses assessment awal yang biasa dilakukan sebelum memasuki sesi coaching yang sesungguhnya, seorang coach diharapkan mampu memetakan posisi saat ini seorang coachee ke salah satu kuadran matrik ini. Skill bisa diartikan sebagai tingkat kapabilitas atau kompetensi, sedangkan Will bisa diartikan sebagai tingkat motivasi individu coachee.
Low Skill, Low Will
Di kuadran ini, directive coaching menjadi lebih dominan dimana coachee membutuhkan arahan atau rekomendasi yang jelas, begitu juga fokus dan dukungan dari coach.
High Skill, Low Will
Di kuadran ini sebagai contoh coachee adalah seorang yang kurang tertantang atau termotivasi untuk melaksanakan tugas pekerjaannya, coach bisa menggunakan pendekatan gaya directive coaching untuk membantu coachee menemukan tantangan baru dan motivasi individu.
High Skill, High Will
Di kuadran ini, seorang coach bisa menggunakan pendekatan gaya non directive coaching yang lebih berfokus pada memberikan inspirasi kepada coachee untuk menemukan tantangan-tantangan baru dalam rangka pencapaian tingkat performansi individu yang lebih tinggi lagi.
Low Skill, High Will
Di kuadran ini sebagai contoh seorang trainee, akan lebih cocok digunakan pendekatan gaya directive coaching pada masa-masa awal, dan seiring dengan peningkatan kapabilitas atau kompetensinya, pendekatan gaya non directive coaching bisa lebih dominan diterapkan dalam proses coaching.
Setelah seorang coach bisa memetakan situasi dan kondisi coachee, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menggunakan teknik-teknik yang sesuai untuk tiap pendekatan gaya coaching. Saya tidak akan menyinggung kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang coach, seperti teknik membangun kedekatan (building rapport), bertanya dan mendengar (questioning & listening), memberikan feedback, dan yang lainnya. Namun secara garis besar, teknik berikut akan sangat membantu seorang coach dalam memfasilitasi sesi coaching, terutama Business Coaching. Teknik-teknik ini bisa membantu melengkapi teknik-teknik yang sudah ada dalam genre NLP Coaching.
Directive Coaching
Dalam pendekatan gaya directive coaching, seorang coach disarankan untuk lebih fokus dalam hal membangun Will & Skill, serta menjaga kesinambungan Will:
Bagaimana Cara Membangun Will?
- Identifikasi Mengapa Coachee Terdemotivasi
Dengan tetap bersikap positip dan tidak memberikan kritik, gunakan pertanyaan terbuka yang positip.
Misal, “Dalam situasi apa Anda merasakan antusiasme yang tinggi?”
- Ciptakan Visi Kedepan Yang Positip
Bantulah coachee untuk menemukan area yang bisa memberikan ketertarikan khusus dan bangun area tersebut lebih lanjut dengan memberikan tekanan keuntungan apa yang bisa diperoleh jika bisa membangun area tersebut. Sebisa mungkin untuk memprovokasi semua keuntungan yang bisa diinderai oleh aspek VAKOG coachee.
Misal, “Bayangkan dan perjelas perasaan Anda saat Anda mempunyai keahlian itu dan menjadi satu-satunya expert di tempat kerja Anda. Apa yang akan atasan Anda katakan kepada Anda? Bagaimana penilain rekan kerja Anda?”
- Fokus Kepada Goal Yang Lebih Spesifik
Bantulah coachee untuk bisa bergerak maju dengan fokus pada tugas atau goal yang lebih spesifik sejauh itu bisa membantu membangun motivasi dari coachee.
Misal, “Jika Anda diberikan kebebasan untuk menentukan tugas atau goal Anda sendiri, apakah yang akan Anda pilih? Bagaimana perasaan Anda jika diberikan role baru tersebut yang akan memberikan tantangan baru buat Anda?”
Bagaimana Cara Membangun Skill?
- Berikan Feedback Positip
Berikan pujian dan feedback positip terhadap aspek tertentu dari kompetensi yang sudah dimiliki coachee, kemudian arahkan perhatian kepada coachee untuk mengidentifikasi keahlian yang masih perlu ditingkatkan.
Misal, “Anda sudah sangat bagus dalam memimpin team Anda, dan menurut Anda apakah ada keahlian lain yang masih perlu Anda tingkatkan, misalkan dalam hal delegasi, managemen waktu atau keahlian berkomunikasi?”
- Dapatkan Kesepakatan Kebutuhan Peningkatan Kompetensi
Dengan mendapatkan kesepakatan dari coachee bahwa dia benar-benar membutuhkan peningkatan kompetensi dalam area tertentu, bisa mengindikasikan bahwa coachee paham apa yang dibutuhkannya dan menempatkan dia dalam posisi untuk mengambil komitmen dan menindaklanjuti hal itu dengan penuh tanggungjawab.
Misal, “Kemampuan Anda untuk membawakan presentasi proposal tersebut sudah sangat bagus sekali, dan menurut Anda apakah kemampuan negosiasi Anda perlu ditingkatkan?”
- Tentukan Goal Baru
Bisa jadi dalam coaching ditemukan banyak sekali kebutuhan peningkatan kompetensi dari coachee, disarankan buat coach untuk memberikan prioritas lebih terhadap hal-hal yang relevan terhadap misi dan tujuan perusahaan. Jangan bebani coachee dengan tugas atau goal yang berlebihan jika pemberian prioritas dan penjadwalan selama periode coaching bisa dilakukan. Tentukan dan sepakati untuk fokus pada goal yang sederhana dan bisa dicapai oleh coachee sehingga coachee bisa mendapatkan rasa percaya diri untuk bisa mencapainya secara bertahap kedepannya.
Misal, “Anda paham bahwa untuk untuk mengisi role itu, Anda membutuhkan keahlian X, Y dan Z. Menurut Anda, sebelum menguasai Y dan Z, apakah Anda perlu menguasai X terlebih dahulu? Jika betul, apa yang Anda perlukan untuk menguasai keahlian X, dan kapan?”
- Hubungkan Goal Baru Dengan Nilai dan Motivasi Coachee
Pastikan bahwa goal atau tugas baru yang akan atau sudah disepakati oleh coach dengan coachee adalah ekologis. Hal ini bisa dilakukan dengan memastikan goal atau tugas tersebut sudah sesuai dengan motivasi personal coachee. Semakin menghargai tujuan akhir dari goal atau tugas tersebut coachee akan memberikan daya upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan kapabilitas tersebut.
Misal, “Saya bisa melihat Anda sangat tertarik untuk bisa mengisi role sebagai Solution Consultant. Dengan menguasai keahlian X ini, akan membantu Anda untuk mampu mengerjakan tugas sebagai Solution Consultant.”
Bagaimana Cara Menjaga Kesinambungan Will?
- Tetap Menjaga Hubungan Coaching
Tetaplah jaga hubungan profesional selama periode coaching dengan coachee Anda. Berikan pujian yang tulus dan proposional serta feedback yang bisa menjaga motivasi dari coachee Anda untuk terus maju untuk mencapai goal yang sudah disepakati.
Misal, “Saya bisa melihat kemajuan pada diri Anda, negosiasi yang Anda lakukan dalam meeting tadi sagat sempurna. Selamat!”
- Tetap Kontrol Proses Coaching
Selama periode coaching, jika coache bisa menunjukkan kemajuan positip, Anda bisa lebih proaktip untuk menawarkan penyesuain terhadap goal-goal kecil yang sudah dibuat dengan tetap berfokus untuk pencapaian goal utama dari program coaching, misal dengan menjadwalkan percepatan terhadap goal kecil tertentu.
Sebagai contoh, “Menurut evaluasi saya, Anda sudah menguasai kemampuan X dan Y sekarang, menurut Anda apakah kita langsung fokus untuk keahlian Z? Saya temukan ada jadwal kelas training yang akan sangat membantu Anda untuk belajar Z.”
- Bikin Penyesuain Pendekatan Gaya Coaching
Seiring dengan kemajuan yang sudah dicapai oleh coachee, dimana dia menjadi lebih sukses dan makin independen, Anda perlu mulai merubah pendekatan gaya coaching menjadi lebih non directive. Berikan kepercayaan kepada coachee untuk mulai menentukan dan mengambil tanggungjawab, dan tetap berikan supervisi dan dukungan kepada coachee.
Non Directive Coaching
Dalam pendekatan gaya non directive coaching dimana coachee mempunyai motivasi dan kompetensi yang lebih dari sekedar cukup, seorang coach disarankan untuk lebih fokus dalam hal-hal berikut:
- Berikan Pujian
Sebagai langkah awal dalam sesi coaching, berikan pengakuan dan pujian terhadap kompetensi, kapabilitas atau pun pencapaian yang sudah didapatkan coachee. Ajukan pertanyaan untuk memastikan bahwa coachee tetap merasa tertantang atau termotivasi untuk melakukan tugas pekerjaannya.
Misal, “Saya sangat kagum dengan kemampuan Anda selama berkerja dalam proyek ini. Apakah Anda masih merasa tertantang dengan pekerjaan ini? Atau Anda untuk termotivasi melakukan hal-hal baru?”
- Identifikasi Peluang dan Sasaran Baru
Dorong dan berikan semangat kepada coachee untuk menemukan beberapa peluang atau tanggungjawab baru dalam karir pekerjaannya atau pengembangan diri yang mendukung tujuan dari organisasi di perusahaan. Berikan pertanyaan yang mendorong coachee berpikir dan mencari cara-cara yang lebih sesuai dengan kebutuhan personalnya dan berikan kesempatan untuk dia memutuskan metode yang dibutuhkan untuk mencapai goal tersebut.
Misal, “Jika saya tawarkan kepada Anda posisi baru sebagai Product Manager, kira-kira bagaimana Anda akan belajar untuk melengkapai kompetensi Anda dalam waktu tiga bulan kedepan?”
- Buat Kesepakatan Rencana Pengembangan Kompetensi
Tawarkan kepada coachee untuk membuat rencana yang jelas dan terukur, yang paling sesuai dengan kondisi dan kemampuan coachee saat ini. Pastikan Anda tetap akan memberikan dukungan selama proses perencanaan dan pelaksanaan rencana itu.
Misal, “Saya sangat senang Anda benar-benar terinspirasi untuk maju kearah yang diharapkan. Sekarang Anda perlu menentukan langkah-langkah tindakan dan jadwal yang jelas untuk Anda bisa mencapai kompetensi tersebut. Silahkan buat rencana tersebut serealistis mungkin dan kita bisa diskusikan minggu depan. Saya siap membantu Anda jika ada hal-hal yang perlu didiskusikan sampai minggu depan.”
Sebagai kesimpulan dalam tulisan ini, seorang coach harus mampu memetakan tingkat Skill & Will dari coachee sebelum menentukan pendekatan gaya coaching. Pendekatan gaya directive coaching lebih sesuai digunakan apabila tingkat Skill & Will dari coachee relative rendah, sedangkan non directive coaching lebih sesuai untuk coachee dengan tingkat Skill & Will yang relative sudah tinggi.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk membantu sesi coaching Anda. Terima kasih.
Salam.