Semua orang ingin hidup beruntung baik dalam fnansial, karir, hubungan sosial, percintaan, atau dalam hal apapun.
Pasti termasuk anda…!
Saya di sini tidak sedang mengajari anda, namun kita sama-sama belajar menjadi orang yang sering beruntung dari pada sialnya. Bahkan dapat mengubah kesialan menjadi keberuntungan dan meningkatkan keberuntungan yang sudah kita dapat menjadi keistimewaan yang bernilai tinggi.
Siapapun tak lepas dari keinginan untuk beruntung. Hal ini karena salah satu sifat dasar manusia yaitu sifat terburu-buru, ingin segera mendapatkan sesuatu, instan, dan tidak banyak repot. Meskipun diharuskan untuk kerja atau usaha sebaik mungkin dalam mendapatkan sesuatu. Namun, usaha sekeras apapun jika nasib tidak lagi mujur maka usahanya sia-sia saja. Hal seperti ini tidak sedikit orang yang mengalaminya dan berujung pada kekecewaan belaka.
Banyak pendapat dari berbagai kalangan yang bilang bahwa “keberuntungan sebanding dengan kerja keras kita”. Ini sepenuhnya menurut saya tidaklah benar, karena banyak orang kerja keras namun keberuntungannya masih kecil meskipun juga tidak sial. Hanya saja frekwensi keberuntunganya jarang-jarang terjadi bahkan hanya sekali dua kali saja dalam hidupnya.
Sebaliknya, ada orang yang bernasib baik alias sering beruntung, usaha sedikit saja atau hanya seperlunya saja ia sudah mendapatkan yang ia usahakan. Orang semacam ini disebut orang yang beruntung. Apakah tergantung dengan sionya? Perbintangan? Dan Tanggal lahirnya? Bahkan apakah juga hal semacam ini sudah ditakdirkan dari sananya???
Namun terlepas dari semua itu, banyak orang yang masih berpersepsi bahwa nasib baik ataupun buruk (baca : keberuntungan dan kesialan) adalah terjadi karena faktor diluar kemampuan kita. Orang awam menyebutnya faktor X. Memang benar begitulah kenyataanya. Karena ini termasuk salah satu misteri hidup, jadinya tidak banyak yang tahu.
Secara sekilas, nalar kita tidak dapat menangkap dari mana asalnya keberuntungan dan kesialan ini, ia tiba-tiba datang begitu saja kepada siapa saja dan kapan saja. Namun, bila dicermati lebih dalam kenapa ada orang yang sering beruntung dan sering sial. Atau setidaknya mengalami keberuntungan lebih sering dan sebaliknya. Pertanyaan saya, apakah anda termasuk orang yang sering mengalami keberuntungan ataukah sebaliknya? Lebih sering mana antara keberuntungannya atau kesialannya? Atau tidak pernah mengalami keberuntungan dan juga tidak mengalami kesialan? (ini lebih mendingan).
Orang awam yang “pasrah bongkoan” mengatakan bahwa keberuntungan dan kesialan adalah takdir Tuhan, kita sama sekali tidak bisa memprediksinya. Semua itu urusan Tuhan. Titik.
Beda lagi dengan pendapat sebagian dari kalangan Ilmuan, bahwa keberuntungan dan kesialan disebabkan oleh faktor hukum-hukum kausalitas yang tidak dapat dicermati secara langsung oleh kasat mata manusia, yang tentunya juga berjalan sesuai takdir-takdir Tuhan.
Jika dicermati lebih seksama –tidak hanya berpandangan sebagaimana orang awam– bahwa keberuntungan dan kesialan terjadi bukan hanya faktor X yang tidak dapat diidentifikasi keberadaanya namun tiba-tiba datang begitu saja kepada seseorang, melainkan keberuntungan datang dengan adanya sebab musabab yang terkait langsung pada diri seseorang tersebut yang terjadi pada sebelum-sebelumnya sehingga membentuk suatu hal baik atau hal buruk yang menimpa diri seseorang tersebut.
Di dalam keberuntungan dan kesialan terdapat beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain sehingga membentuk kausalitas (yang sangat dapat dikenali polanya). Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah :
- Pola berfikir,
- Pola kebiasaan hidup,
- Belief system (faktor keyakinan),
- Faktor hukum alam (baca: hukum kausalitas dan hukum tarik menarik), dan
- Faktor segala kemungkinan yang sudah direncanakan Tuhan.
Faktor kesatu sampai ketiga adalah faktor internal artinya itu terjadi di dalam diri manusia itu sendiri, sedangkan faktor ke-empat dan ke lima adalah faktor dari Tuhan yang menentukan segala macam kejadian lewat mekanisme alam semesta diantaranya dengan adanya hukum sebab akibat, hukum tarik menarik dan beberapa hukum alam lainnya.
Namun, diantara kelima faktor tersebut yang paling urgen, sekaligus yang bisa dikendalikan adalah faktor PIKIRAN. Bukan faktor keyakinan, pola hidup, hukum kausalitas atau bahkan bukan pula faktor perencanaan Tuhan. Meskipun Tuhan pada hakikatnya terlibat langsung dalam hal ini, namun Tuhan memberikan wewenang pada diri manusia untuk membentuk nasib hidupnya dengan segala bentuk nasib yang sudah ada di sisi Tuhan.
Kenapa faktor PIKIRAN menjadi yang paling urgen? Tentu saja karena yang namanya pola kebiasaan dan sistem keyakinan seseorang tidak akan terwujud apabila tanpa adanya proses berfikir terlebih dahulu. Yakni proses merenung, menganalisa, mengobservasi, menanyakan, mengumpulkan/menggali informasi, bereksplorasi sehingga akhirnya dapat “menyimpulkan” sesuatu yang “penting”. Karena menjadi penting maka kesimpulan itu menjadi “prinsip” dirinya, dan karena prinsip ini dianggap penting pula (atau bisa jadi kebenaran buatnya) maka prinsip ini menjadi RUH dari tindakanya serta yang membentuk pola sehari-harinya, maka terjadilah pola kebiasaan hidup yang sesuai dengan nilai dan prinsipnya itu, dan terjadilah “belief system” yang kuat pada dirinya.
Lantas, bagaimana dengan orang yang yakin atau punya belief system dan punya kebiasaan tapi tanpa proses berfikir terlebih dahulu? Kan ada itu…? misalnya ia terlahir dalam lingkungan agama tertentu, bukankah ia langsung percaya begitu saja tanpa proses?.
Iya memang ada, ohh bukan ada tapi banyak sekali, namun itu adalah keyakinan dan pola hidup yang buta alias lemah, mudah dipatahkan keyakinan tersebut, mudah digoyahkan kebiasaanya. Kenapa? Karena memang tidak memiliki pondasi yang kuat atas apa yang ia yakini dan ia lakukan. Beda dengan orang yang memiliki keyakinan berdasarkan atas dasar bukti atau penyimpulan-penyimpulan yang otentik maka keyakinannya itu (belief sistemnya) kuat bahkan tak tergoyahkan. Contoh realnya adalah kisah Nabi Ibrahim A.S meyakini keberadaan Tuhan yang maha Esa. Beliau mengatakan yakin seyakin yakinya karena beliau bisa membuktikan keberadaan-Nya melalui dalil-dalil yang masuk akal dan sangat kuat.
Kebanyakan orang awam selama ini hanya berkeyakinan buta tanpa cari tahu kebenaran di balik keyakinannya tersebut. Misalnya tentang mitos. Mitos itu harus dikoreksi kembali kebenaranya, tidak asal percaya akibatnya bisa sangat FATAL. Jangankan tentang mitos, masalah “BerTuhan” sekalipun sebenarnya harus dibuktikan dengan akal sehat bukan lantas percaya begitu saja, yakni dibuktikan dengan melalui proses berfikir yang endingnya menyimpulkan bahwa Tuhan benar-benar ada dan layak sebagai satu-satunya DZAT yang berhak disembah di seluruh jagad raya ini.
Jadi intinya, berawal melalui pola berfikir yang mengarah pada sistem keyakinannya (termasuk bagaimana ia merasa), dan berujung pada pola-pola hidupnya. Pola hidup ini mengkristal menjadi karakter dirinya. Karakter atau kepribadian ini berperan untuk bagaimana memutuskan suatu perkara, bagaimana merencanakan, bagaimana bersikap, berbicara, dsb. Dan karakter ini lah yang membentuk berbagai realita kehidupannya melalui hukum-hukum alam yang sudah didesain Tuhan termasuk diantaranya ialah “keberuntungan dan kesialan”.
Karena keberuntungan dan kesialan adalah HASIL dari pola hidup dirinya sendiri, bukan karena sio, tanggal lahir, ramalan apapun. Semua itu BULL SHIT. Keberuntungan dan kesialan adalah murni dari pola hidup manusia itu sendiri, yang berawal dari mind-setnya bagaimana ia BERFIKIR dan MERASA.
Berfikir dan merasa ini menjadi tumpuan utama sikap hidupnya dan akan dijelaskan lebih gamblang pada artikel selanjutnya yang berjudul Tiga Langkah Praktis Menciptakan Keberuntungan
Bersambung..